“Seseorang tidak akan melakukan hal-hal yang memabukkan atau kejahatan karena tirani nasib atau keadaan, namun itu terjadi karena pikiran buruk dan nafsu rendah.”
Ini berarti sesulit apapun keadannya, itu bukan alasan yang sesungguhnya untuk berbuat kejahatan, kan? Misalnya, kemiskinan. Banyak orang menyalahkan kemiskinan atas terjadinya kejahatan, misalnya seperti perampokan/pencurian. Itu semua ada di dalam kepala mereka. Jika mereka tidak berpikir untuk mencuri, mereka tidak akan mencuri. Buktinya, para pejabat yang sudah kaya masih saja merampok uang rakyat. Berarti memang tidak ada hubungannya dengan keadaan atau nasib. Semua orang bisa melakukan kejahatan jika di dalam kepalanya tersemat pikiran jahat atau buruk.
“Keinginan dan doa kita dijawab hanya jika keinginan dan doa itu berjalan harmonis dengan pikiran dan tindakan kita.”
Kurasa ini yang disebut sunatullah (sebab akibat) selain berdoa, kita juga harus berikhtiar. Harus tetap berusaha. Dengan begitu cita-cita yang ingin kita raih akhirnya akan tercapai. Yang pasti, jangan menyerah walaupun sesulit apapun keadannya.
Tapi sebenarnya tidak gampang untuk menjaga pikiran kita tetap bersih. Misalnya, mengenai prasangka terhadap orang lain. Aku punya pengalaman ketika naik angkot dan tiba-tiba angkot itu dinaiki oleh beberapa copet. Jelas, setelah kejadian itu membuatku trauma dan selalu mncurigai siapa saja yang tidak berpakaian rapih yang naik angkot adalah copet. Kadang-kadang aku mengalami perdebatan sengit antara pikiran buruk dan pikiran baik dan agak kewalahan untuk menenangkan pikiranku, membuang perasaan takut dan berpikir bahwa orang-orang itu hanyalah penumpang biasa. Itu mungkin adalah contoh sederhana bagaimana pikiran buruk bisa menyebabkan rasa takut yang berlebih, ketidaktenangan, dan prasangka buruk terhadap orang lain.
“Seseorang bisa saja jujur dalam hal tertentu, namun justru menjadi miskin. Orang lain bisa saja tidak jujur dalam hal tertentu, namun justru mendapatkan kemakmuran.”
“Orang yang tidak jujur barangkali memiliki beberapa kebaikan mengagumkan yng tidak dimiliki orang satunya. Dan orang yang jujur punya kejelekan yang tidak dimiliki yang lain.”
Ini berarti, orang yang tidak jujur tidak selamanya rusak dan orang yang jujur tidak selamanya baik, ya kan? Ini mengingatkanku pada novel Sam Bourne yang berjudul “The Righteous Men”. Cerita ini berakar pada beberapa fakta kunci. Salah satunya adalah legenda lamad vav, mengenai 36 manusia luar biasa yang kebaikannya menjaga dunia tetap berdiri. Dalam novel ini diceritakan orang-orang sadik (benar) yang dari pekerjaannya melakukan hal-hal yang buruk, tetapi pada suatu ketika ia melakukan sesuatu hal yang paling benar yang mengagumkan. Jika kalian membaca novel ini, kalian akan mengerti.
Apakah dalam hidup ini kita mempunyai tujuan? Duniawi? Atau akhirat?
“Apapun tujuan itu, kita harus memfokuskan pikiran kita pada objek yang telah kita tentukan. Kita harus membuat tujuan itu sebagai tugas agung kita dan mencurahkan seluruh diri kita untuk mewujudkannya, serta tidak membiarkan pikiran kita melenceng ke khayalan, keinginan, dan imajinasi sesaat. Itulah jalan bagi kita untuk bisa mengendalikan diri dan benar-benar berkonsentrasi pada pikiran kita. Bahkan seandainya kita gagal dan gagal lagi meraih tujuan kita (karena memang begitukah seharusnya hingga kelemahan kita bisa kita taklukan), karakter kuat yang terbentuk akan menjadi pengukur kesuksesan yang sebenarnya, dan akan menjadi titik pijak bagi kekuatan dan kejayaan di masa depan.”
Mungkin ini akan menjadi masalah bagi seorang pengkhayal. Dia akan kesulitan mengenai mana yang harus diwujudkan dan mana yang harus ditinggalkan karena hanya mengandung kekosongan. Seorang pengkhayal cenderung tidak melakukan apapun untuk mimpinya, hanya berdiam diri dan menikmati khayalannya. Berkhayal berbeda dengan Bermimpi. Mimpi adalah cita-cita yang mempunyai harapan untuk diwujudkan, sedangkan khayalan hanyalah harapan kosong. Khayalan seringkali membuat kita lemah, dan menghancurkan fokus kita pada tujuan yanng sebenarnya. Khayalan itu membuat kita lelah ketika kita kembali memasuki dunia nyata. Sangat tidak berguna dan mungkin akan membawa kita pada kehancuran mentalitas jika sudah sangat tidak terkendali.
Buku ini sudah sangat mendetail dalam setiap penjelasannya dan sangat mudah dicerna. Tulisan ini hanyalah buah pikiran saya ketika membaca buku James Allen ini dengan beberapa kutipan.
Dan, pada akhirnya,
“Dunia adalah kaleidoskop kita, dan segala keanekaragaman warna yang tersedia di hadapan kita pada setiap saat adalah gambar-gambar pikiran kita yang selalu bergerak yang diatur secara elok.”